HUKUM PERCERAIAN BAGI PEMELUK AGAMA ISLAM DI INDONESIA (#1)
Oleh : Madinatul Fadhilah, SH
DASAR
HUKUM
Hukum perceraian bagi pemeluk agama Islam
di Indonesia diatur dalam :
1.
Al Qur’an & Hadist ;
2.
UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan;
3.
UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama;
4.
Instruksi Presiden No.1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam;
PUTUSNYA
PERKAWINAN
Pasal 38 UU No.1/1974 jo Pasal 113 Inpres
No.1/1991:
“Perkawinan dapat putus karena : a.
kematian, b. perceraian, dan c. atas putusan pengadilan.”
Pasal 39 UU No.1/1974:
1.
Perceraian hanya dapat
dilakukan di sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha
dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.
Untuk melakukan perceraian
harus ada cukup alasan bahwa antara suami-isteri itu tidak dapat hidup rukun
sebagai suami isteri;
3.
Tata cara perceraian di depan
sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan sendiri;
AKIBAT
PUTUSNYA PERKAWINAN (UU No.1 Tahun 1974)
Pasal 41:
a.
Baik ibu atau bapak tetap
erkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata untuk kepentingan
anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan
member keputusannya.
b.
Bapak yang bertanggungjawab
atas semua biaya pemeliharaan dan oendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana
bapak dalam kenyataannya tidak dapat member kewajiban tersebut, Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c.
Pengadilan dapat mewajibkan
kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas isteri;
DEFINISI
PERCERAIAN
Perceraian dalam istilah fiqh (Islam)
disebut dengan “talak” atau “furqah”. Talak artinya membuka ikatan atau
membatalkan perjanjian. Furqah artinya bercerai atau tidak berkumpul.
Secara umum, Talak diartikan sebagai segala
macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh
hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena
meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri.
Secara khusus, Talak artinya perceraian
yang dijatuhkan oleh pihak suami.
HAK
TALAK
Dalam Islam, hak talak ada pada suami,
alasannya seorang laki-laki (pada umumnya) dinilai lebih mengutamakan pemikiran
dalam mempertimbangkan sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas
dasar emosi. Alasan lain :
1.
Akad nikah dipegang oleh suami;
2.
Kewajiban membayar mahar dari
suami kepada isteri saat akad nikah, dan anjuran untuk membayar uang mut’ah
setelah suami mentalak isteri;
3.
Kewajiban memberikan nafkah
padda masa perkawinan dan masa iddah;
4.
Perintah-perintah mentalak
dalam Al Qur’an dan Hadist banyak ditujukan kepada suami;
SYARAT
MENJATUHKAN TALAK
1.
SYARAT SEORANG SUAMI YANG
MENJATUHKAN TALAK:
a.
Berakal sehat;
b.
Telah baligh;
c.
Tidak karena paksaan;
2.
SYARAT SEORANG ISTRI YANG DITALAK;
a.
Isteri yang telah terikat
perkawinan yang sah (tidak ada keraguan dalam keabsahan perkawinan tersebut)
b.
Dalam keadaan suci (tidak
sedang haidh) yang belum dicampuri oleh suaminya dalam keadaan suci tersebut;
c.
Isteri yang sedang hamil;
3.
SYARAT SIGHAT TALAK;
Sighat talak
(Pengucapan talak) ada yang terang-terangan ada yang berupa sindiran. Talak
yang diucapkan berupa sindiran digantungkan pada niatan Suami apakah pada saat
mengucapkan sindiran tersebut Suami bermaksud mentalak isterinya atau tidak.
MACAM-MACAM TALAK
1.
TALAK RAJ’I
Talak dimana suuami boleh
merujuk isterinya pada waktu iddah. Talak raj’I ialah talak satu atau talak dua
yang tidak disertai uang iwald dari pihak isteri;
2.
TALAK BA’IN
Talak satu atau dua yang
disertai dengan uang iwald dari isteri (talak ba’in kecil) yang konsekwensi
hukumnya suamii tidak boleh merujuk kembali dalam masa iddah. Apabila suami
berniat kembali kepada isterinya, harus melakukan akad nikah baru;
Talak ba’in besar
merupakan talak ketiga yang konsekwensi hukumnya Suami tidak boleh merujuk atau
mengawini isterinya kembali baik dalam masa iddah maupun setelah masa iddah
habis, kecuali telah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Isteri telah kawin dengan
laki-laki lain;
b.
Isteri telah dicampuri oleh
suami sah yang baru tersebut;
c.
Isteri telah dicerai secara sah
oleh suami yang baru tersebut;
d.
Isteri telah habis masa iddah
dari perceraian yang terakhir tersebut;
3.
TALAK SUNNI
Talak yang dijatuhkan
sesuai dengan ketentuan Al Qur’an dan Sunnah. Hukumnya halal. Talak yang
dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan suci dan belum dicampuri dan talak
yang dijatuhkan pada saat isteri sedang hamil.
4.
TALAK BID’I
Talak yang dijatuhkan
tidak sesuai dengan ketentuan Al Qur’an dan Sunnah. Hukumnya haram. Berikut ini merupakan Talak
yang dilarang:
1.
Talak dijatuhkan saat isteri
sedang haidh;
2.
Talak yang dijatuhkan pada
isteri yang telah suci tapi telah dikumpuli;
3.
Talak yang dijatuhkan dua
sekaligus, atau tiga sekaligus atau mentalak isterinya untuk selama-lamanya;
5.
TALAK KHULUK (TALAK TEBUSAN)
Talak ini merupakan bentuk
perceraian yang berasal dari persetujuan suami isteri dimana pihak isteri yang
menginginkan perceraian terssebut yang harus membayarkan tebusan untuk dirinya
agar sang suami mengucapkan talak. Uang tebusan tersebut disebut juga dengan
“iwald”