Friday, May 15, 2009

Hukum Waris di Indonesia (1)

Ada 3 macam sistem hukum waris di Indonesia:
1. Sistem Hukum Waris Barat/Perdata sebagaimana diatur dalam KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek)
2. Sistem Hukum Waris Islam sebagaimana diatur menurut ketentuan Al Qur’an, As Sunah, dan Ijma’yang di Indonesia terangkum dalam Kompilasi Hukum Islam
3. Sistem Hukum Adat sebagaimana diatur oleh norma-norma/kebiasan-kebiasaan yang hidup di masyarakat adat tertentu.

Sebelum menentukan bagaimana pembagian waris dilakukan, maka yang perlu untuk diputuskan pertama kali adalah kesepakatan para pihak dalam menentukan sistem hukum waris apa yang akan digunakan.

Sebagai suatu sistem hukum, ketiganya tidak dapat dicampuradukkan, karena hal ini dapat mencederai masing-masing sistem yang dapat mengakibatkan ketimpangan dan ketidakadilan bagi para pihak yang terlibat dalam peristiwa pewarisan tersebut. Konsistensi dalam menerapkan pilihan suatu sistem hukum waris akan sangat menentukan rasa keadilan.

1. HUKUM WARIS BARAT (KUHPdt/BW)
Istilah
:
Hukum Waris = erfrecht, yaitu serangkaian ketentuan yang mengatur peralihan warisan seseorang yang meninggal dunia kepada orang lain;

Ahli Waris = erfgenaam, yaitu orang-orang yang mewarisi

Bagian (hak) mutlak (IBVH: “bagian menurut UU”) = legitieme portie, yaitu bagian seorang ahli waris/legitimaris yang dilindungi UU)

Bagian Warisan yang bebas = beschikbaar deel der erfenis, atau bagian warisan setelah dipotong bagian mutlak-bagian mutlak para legitimaris;

Hibah = schenking, yaitu suatu pemberian tanpa pamrih

Hibah wasiat = legaat, suatu pemberian yang dituangkan dalam penetapan wasiat yang mengandung pemberian barang atau barang-barang tertentu atau semua barang jenis tertentu kepada seseorang atau lebih

Pewarisan ada 2 macam:
1. Pewarisan Ab Intestato (Hubungan darah)
2. Pewarisan dengan Surat Wasiat (Kemauan Pewaris)
Baik dengan atau tanpa perjanjian Nikah

Syarat Pewarisan adalah sebagai berikut:
Meninggalnya Pewaris (Ps.830 BW)
Harta Warisan hanya dapat diwariskan kepada pihak lain apabila terjadi suatu kematian
Ahli waris (AW) harus ada dan hidup pada saat Pewaris meninggal dunia (Ps.836 BW)
Kecakapan AW

Pewaris terbagi menjadi 4 golongan, yaitu:
GOLONGAN I : Suami/Istri dan Anak-anak yang sah (Ps.852)
GOLONGAN II : Orang Tua, Saudara dan Keturunan Saudara (Ps.854)
GOLONGAN III : Keluarga sedarah dalam garis lurus keatas dari dua kloving jalur Ayah dan Ibu (masing-masing kloving ½ bagian) yang terdekat derajatnya dengan Pewaris (Nenek & Kakek dari Ibu, Nenek & Kakek dari Ayah, Nenek Buyut & Kakek Buyut dari Ibu, Nenek Buyut & Kakek Buyut dari Ayah dst keatas) (Ps. 853 (2)
GOLONGAN IV : Hubungan darah kesamping sampai derajat keenam atau pengganti derajat keenam tersebut.
Jika semua golongan tersebut tidak ada maka Negara yang menerima Harta Peninggalan (Negara bukan sebagai ahli waris)

Terhadap anak/keturunan yang tidak sah, hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan satu orang tuanya, yaitu dengan si Ibu. Adapun hubungan dengan Ayah, terjadi apabila ada Pengakuan (Ps. 221).
Artinya, dengan kelahiran, maka anak tersebut menjadi anak luar nikah si Ibu, dan dengan pengakuan Ayah, ia menjadi anak luar nikah si Ayah. Antara anak luar nikah dengan sanak keluarga sedarah dari orangtuanya , pada asasnya tidak menimbulkan hubungan perdata. Seorang anak luar nikah tidak akan pernah dapat mewarisi dari sanak keluarga orang tuanya, dan sebaliknya, sanak keluarga tidak dapat bertindak dalam harta peninggalan anak luar nikah dari salah seorang anggota keluarganya.[1]

Pembagian Warisan
Prinsipnya: Sama Rata dalam Golongan yang terdekat dengan Pewaris. Kecuali untuk anak diluar nikah yang diakui oleh Ayahnya dengan ketentuan:
Apabila bersama Golongan I = 1/3 x bagian Para AW yang sah
Apabila bersama Golongan II dan III = ½ x bagian Para AW yang sah
Apabila bersama Golongan IV = ¾ x bagian Para AW yang sah

Contoh-Contoh:
Contoh 1a:
Pewaris: A (meninggal) dengan Harta Peninggalan (HP) sebidang tanah senilai Rp. 110.000.000,00, utang Pewaris semasa hidup dan biaya pengurusan jenazah Rp. 10.000.000,00. Ahli Waris yang hidup (Golongan I dan 1 anak diluar nikah), yaitu:

Istri/Suami B:
Anak C
(C anak diluar nikah A dan B, tapi diakui)
Anak D
Anak E
Anak F
(DEF anak sah dari perkawinan A dan B)

Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
Harta Peninggalan: Rp. 110.000.000,00-Rp.10.000.000,00= Rp. 100.000.000,00
Bagian Rata 5 Ahli Waris:
I/5 x Rp.100.000.000= @Rp.20.000.000,00

C mendapat:
1/3 x Rp.20.000.000= Rp.6.666.666,67

Sisa 2/3 x 20.000.000= Rp.13.333.333.33 dibagi untuk B, D, E, F sehingga masing-masing Ahli Waris yang sah mendapat tambahan sebesar ¼ x Rp. 13.333.333,33 = Rp. 3.333.333,33

Jadi:
B, D, E, F masing-masing mendapat:
Rp. 20.000.000,00 + Rp. 3.333.333,33 = Rp. 23.333.333,33

C mendapat:
Rp. 6.666.666,67

Contoh 1b:
Pewaris: A (meninggal) dengan Harta Peninggalan (HP) sebidang tanah senilai Rp. 130.000.000,00, utang Pewaris semasa hidup dan biaya pengurusan jenazah Rp. 10.000.000,00. Ahli Waris yang hidup (Golongan I dan 2 anak diluar nikah), yaitu:

Istri/Suami B:
Anak diluar Nikah C
Anak diluar Nikah D
(*C dan D anak diluar nikah A dan B tapi diakui)
Anak E
Anak F
Anak G
(*E F G anak sah dari perkawinan A dan B)

Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
Harta Peninggalan: Rp. 130.000.000,00-Rp.10.000.000,00= Rp. 120.000.000,00
Bagian Rata 6 Ahli Waris
I/6 x Rp.120.000.000= @Rp.20.000.000,00
C dan D masing-masing mendapat:
1/3 x Rp.20.000.000= Rp.6.666.666,67

Sisa 2 x (2/3 x 20.000.000)= Rp.26.666.666,67
dibagi untuk B, E, F, G sehingga masing-masing mendapat tambahan sebesar ¼ x Rp.26.666.666,67 = Rp. 6.666.666,66

Jadi:
B, E, F, G masing-masing mendapat:
Rp. 20.000.000,00 + Rp. 6.666.666,66= @Rp. 26.666.666,66

C dan D masing-masing mendapat:
@ Rp. 6.666.666,67


Contoh 2:
Pewaris: A (meninggal) dengan Harta Peninggalan (HP) sebidang tanah senilai Rp. 110.000.000,00, utang Pewaris semasa hidup dan biaya pengurusan jenazah Rp. 10.000.000,00. Ahli Waris yang hidup (Golongan II /IIIdan 1 anak diluar nikah), yaitu:

Ibu B
Ayah C
Kakak D
Adik E (alm) diganti dengan anak-anaknya yaitu F dan G
Anak diluar Nikah H
(*H anak diluar nikah A dan B tapi diakui)

Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
Harta Peninggalan: Rp. 110.000.000,00-Rp.10.000.000,00= Rp. 100.000.000,00
Bagian H = ½ x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
Bagian Rata 4 Ahli Waris
I/4 x Rp.50.000.000 = @Rp.12.500.000,00

Jadi:
H mendapat:
Rp. 50.000.000,00

B, C, D masing-masing mendapat:
@Rp. 12.500.000,00

F dan G sebagai anak-anak E (alm):
½ x 12.500.000,00 = @Rp. 6.250.000,00


Contoh 3:
Pewaris: A (meninggal) dengan Harta Peninggalan (HP) sebidang tanah senilai Rp. 110.000.000,00, utang Pewaris semasa hidup dan biaya pengurusan jenazah Rp. 10.000.000,00. Ahli Waris yang hidup (Golongan III dan 1 anak diluar nikah), yaitu:

Ibu dari Ayah (Nenek) B
Anak diluar Nikah C
(*C anak diluar nikah A dan X tapi diakui)

Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:

Harta Peninggalan:
Rp. 110.000.000,00-Rp.10.000.000,00= Rp. 100.000.000,00

C mendapat:
½ x Rp.100.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00

Nenek B mendapat:
Rp. 50.000.000,00

Contoh 4:
Pewaris: A (meninggal) dengan Harta Peninggalan (HP) sebidang tanah senilai Rp. 110.000.000,00, utang Pewaris semasa hidup dan biaya pengurusan jenazah Rp. 10.000.000,00. Ahli Waris yang hidup (Golongan IV dan 1 anak diluar nikah), yaitu:

Cucu dari Adik I B
Anak diluar Nikah C
(*C anak diluar nikah A dan X tapi diakui)

Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:

Harta Peninggalan:
Rp. 110.000.000,00-Rp.10.000.000,00= Rp. 100.000.000,00

Bagian Rata 2 Ahli Waris:
½ x Rp.100.000.000 = @Rp.50.000.000,00



WASIAT / AMANAT TERAKHIR /TESTAMENT adalah suatu akta yang berisikan keterangan tentang apa yang dikehendaki seseorang untuk berlaku sesudah matinya. Wasiat tersebut hanya dapat ditarik oleh Si Pemberi Wasiat (selama dia masih hidup/sebelum kematiannya) yang dilakukannya tanpa paksaan, keliru, dan penipuan.


Seseorang dapat menguasai harta peninggalan seseorang seluruhnya ataupun sebagian. (Ps.921)

Pembagian Waris berdasarkan wasiat didahulukan daripada pembagian untuk ahliwaris yang tidak diwasiatkan oleh Pewaris.

Wasiat /Testament dapat dibuat dalam:
a. Akta wasiat Olografis (seluruhnya ditulis sendiri)
Syarat:
Akta ini ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh Pewaris (Pasal 932 (1)
Akta ini disimpan di kantor notaris (Pasal 932 (2)
Jika terdapat suatu coretan atau tulisan dari orang lain apapun meskipun tidak menyangkut isi akta, surat tersebut batal dan tidak mempunyai kekuatan sama sekali;
Notaris yang bersangkutan harus membuat akta penyimpanan yang dihadiri oleh 2 orang saksi.

b. Akta wasiat umum (Openbaar Testament)
Pembuatan akta ini dibuat oleh seorang Notaris dengan dihadiri oleh 2 orang saksi, prosedurnya sama seperti pembuatan akta notaris pada umumnya.

c. Akta rahasia (Akta tertutup)
Pewaris dapat menulis sendiri sehelai surat wasiat rahasia atau dapat menyuruh orang lain menulisnya, tapi harus menandatangani sendiri (Pasal 940 (1). Akta tersebut kemudian oleh Pewaris sendiri disimpan ke notaris dalam keadaan tertutup, selanjutnya Notaris membuatkan akta penyimpanan dihadapan 4 orang saksi. Tanggal yang berlaku dalam akta rahasia tersebut adalah tanggal sebagaimana akta penyimpanan. Pewaris harus menerangkan bahwa kerta yang diserahkan tersebut berisi wasiat yang ditulis sendiri atau oleh orang lain dan telah ditandatangani oleh Pewaris sendiri. Selanjutnya Notaris membuat akta superskripsi (akta penjelasan) yang tertulis diatas kerta atau sampul yang memuat atau mengandung wasiatnya. Akta superskripsi ditandatangani oleh Pewaris, Notaris, dan Saksi

d. Akta Perjanjian Nikah
Wasiat juga dapat dimasukkan sebagai bagian dari Akta Perjanjian Nikah yang dibuat sebelum suatu Pernikahan seseorang dengan orang lain.

e. Akta Kodisil (walaupun terbatas)
Hanya boleh dipakai untuk :
Pengangkatan pelaksana (surat) wasiat
Pemesanan penguburan pewaris
Pemberian hibah wasiat (hanya untuk pakaian, barang perhiasan badan tertentu, perabot rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 935)
Syarat akta ini: seluruhnya tertulis, diberi tanggal, dan ditandatangani oleh Pewaris sendiri. Kodisil dapat disimpan dirumah. Tidak harus pergi ke Notaris.

f. Akta wasiat darurat
Wasiat yang dibuat dalam keadaan perang, berlayar, tempat yang berbahaya bagi nyawanya, atau orang yang terancam jiwanya karena sakit mendadak, pemberontakan, gempa bumi, dapat membuat suatu wasiat dihadapan pegawai negeri dengan dihadiri 2 orang saksi.

HIBAH (SCHENKING) dan HIBAH WASIAT (LEGAAT)

Hibah diatur dalam Buku III Pasal 1666-1693 BW.

Suatu Hibah harus dibuat dengan suatu akta Notaris (Pasal 1682), kecuali hibah harta bergerak dan tagihan atas tunjuk (toonder) (Pasal 1687);
Jika pemberi hibah berhalangan untuk membuat akta hibah, ia dapat memberikan kuasa (dalam bentuk akta notaris). Pasal 1688 menyatakan bahwa suatu hibah tidak dapat dicabut atau dibatalkan kecuali penerima hibah melakukan kesalahan-kesalahan sebagai berikut:
tidak memenuhi syarat-syarat pemberian hibah tersebut;
telah melakukan atau membantu melakukan usaha membunuh pemberi hibah atau kejahatan lain terhadap pemberi hibah; dan
menolak memberi tunjangan nafkah kepada pemberi hibah setelah pemberi hibah berada dalam keadaan miskin;

Hibah Wasiat diatur dalam Buku II BW, Bab 13 Bagian 6 Pasal 957-972.

Menurut Pasal 957, Hibah Wasiat adalah: suatu penetapan wasiat khusus (een bijzondere testamentaire beschicking) yang memberi kepada seseorang (atau lebih) barang tertentu atau semua barang sejenis, seperti seluruh barang bergerak atau barang tak bergerak. Hibah wasiat dapat diberikan kepada siapapun.

Hibah wasiat (Legaat) yang diberikan kepada Ahli Waris disebut: praelegaat). Disebut prelegaat karena apabila dalam suatu pembagian warisan terdapat Hibah Wasiat maka Ahli Waris yang diberi Hibah Wasiat tersebut didahulukan sebelum Harta Peninggalan dibagi menurut legitieme portie kepada para Ahli Waris yang lain;

Penerima Hibah Wasiat (Legataris)

Penyerahan legaat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Jika legaat itu terdiri atas barang bergerak yang berwujud, hanya dengan penyerahan barangnya;
Jika terdiri dari barang bergerak tak berwujud, diperlukan sehelai akta yang harus ditandatangani oleh yang mnyerahkan dan yang menerimanya, sedangkan perjanjian itu harus diberitahukan secara resmi kepada debitor; dan
jika terdiri atas barang tidak bergerak, diperlukan sehelai akta dengan memperhatikan aturan khusus untuk penyerahan harta tetap tersebut;

Hibah wasiat harus diserahkan menurut keadaan pada tanggal wafatnya pewaris;

Beda antara Hibah dan Hibah Wasiat adalah:
Hibah diatur dalam Buku III BW , sedangkan Hibah Wasiat diatur dalam Buku II BW;
Hibah diserahkan pada saat Pemberi Hibah masih hidup pada saat Pemberi Hibah masih dalam keadaan hidup, sedangkan Hibah Wasiat berlaku penyerahan pada saat Pemberi Hibah sudah meninggal;
Hibah tidak masuk dalam legitimee portie sebagai harta peninggalan, sedangkan hibah wasiat masuk dalam legitime portie dalam perhitungan harta peninggalan;

Contoh 5:
Pewaris: A (meninggal) dengan Harta Peninggalan (HP) sebidang tanah senilai Rp. 110.000.000,00, utang Pewaris semasa hidup dan biaya pengurusan jenazah Rp. 10.000.000,00. Pewaris membuat akta Wasiat dihadapan Notaris untuk memberikan ½ Harta Peninggalan kepada anak C dari Golongan I. Ahli Waris yang hidup (Golongan I), yaitu:

Istri B
Anak C
Anak D
Anak E

Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:

Harta Peninggalan:
Rp. 110.000.000,00-Rp.10.000.000,00= Rp. 100.000.000,00

Wasiat untuk C:
¾ x Rp.100.000.000,00 = Rp.75.000.000,00

Bagian Rata 4 Ahli Waris dari sisa bagian Rp.15.000.000,00:
1/4 x Rp.15.000.000 = @Rp.3.750.000,00

Jadi:
Anak C mendapat:
Rp.75.000.000,00 + Rp. 3.750.000,00 = Rp. 78.750.000,00

B, D, E masing-masing mendapat:
Rp. 3.750.000,00


PELAKSANA WASIAT (Executeur Testamentair)
Jika tidak ada penunjukan Pelaksana Wasiat oleh Pewaris maka yang biasanya menjadi Pelaksana Wasiat adalah Ahli Waris. Ketentuan tentang Pelaksana Wasiat diatur dalam Buku Kedua BW, Bab 14, Bagian 9, Pasal 1005-1018. Setiap pewaris memiliki wewenang untuk mengangkat seorang atau lebih pelaksana wasiat. Pengangkatan dilakukan dengan surat wasiat, kodisil atau akta notaris khusus (Pasal 1005)

Yang tidak dapat diangkat sebagai pelaksana wasiat: (Pasal 1006)
wanita nikah (ketentuan ini tidak berlaku lagi)
orang dibawah umur, walaupun telah memperoleh pendewasaan;
orang yang dibawah pengampuan;
mereka yang tidak berwenang membuat perikatan;

Kewajiban seorang Pelaksana Wasiat:
mengusahakan pencatatan harta (boedelbeschrijving) yang dihadiri para ahli waris dan jika mereka tidak atau tidak semua hadir , sedikitnya mereka yang bertempat tinggal di Indonesia telah diundang secara sah dengan eksploit (Ps.1010); Berita Acara Pencatatan Harta tidak perlu notarial, asalkan semua ahli waris setuju;
mengusahakan agar warisan disegel apabila ada ahli waris dibawah umur atau dibawah pengampuan yang tidak ada wakil hukumnya (wali atau pengampu) atau jika ada ahli waris yang tidak ada wakil hukumnya (wali atau pengampu) atau jika ada ahli waris yang tidak dapat hadir tanpa mengajukan wakilnya (Pasal 1009)






[1] Prof. Mr. A. Pitlo, HUKUM WARIS, PT. Intermasa, Jakarta, 1990. Hal. 51



bersambung...

1 comment:

  1. Prof, rasanya contoh kelimanya total wasiatnya tidak sampe 100 juta...cuma sampe 90 juta deh?
    hilang kemana 10 Juta prof?

    ReplyDelete